Ngeri Ngeri Sedap (2022)

Review Ngeri Ngeri Sedap 



Medan, Film Medan - Sejak beberapa tahun terakhir, film bertema Batak tak henti-hentinya mencoba untuk merebut hati para penonton setia film Indonesia. Mulai dari Demi Ucok (2013), Mursala (2013), Bulan di Atas Kuburan (2015), Toba Dreams (2015), Lamaran (2015), Pariban: Idola dari Tanah Jawa (2019), dan terakhir Horas Amang: Tiga Bulan untuk Selamanya (2019). Akhirnya, setelah dua tahun pandemi, dan tutupnya bioskop Indonesia, Ngeri-Ngeri Sedap (NNS) hadir sebagai sebuah film Batak yang layak untuk dinanti selama ini. 

Berikut filmmedan tampilkan trailer filmnya.


Film ini menceritakan tentang Pak Domu dan Mak Domu yang tinggal bersama Sarma, ingin sekali tiga anaknya: Domu, Gabe dan Sahat yang sudah lama merantau pulang untuk menghadiri acara adat, tetapi mereka menolak pulang karena hubungan mereka tidak harmonis dengan Pak Domu.

Filmmedan akan membahas film ini secara rinci. Mulai dari produser filmnya, Angga Dwimas Sasongko. Siapa yang meragukan film-film produksinya semisal Filosofi Kopi (2015), Letters from Prague (2016), Love for Sale (2018) atau Ben & Jody (2022)? 

Dari sini saja, NNS ini sudah cukup menjanjikan (Plus, memang sejak Filosofi Kopi dan Love for Sale, filmmedan selalu menjadikan nama Angga Dwimas Sasongko sebagai salah satu producer yang layak ditunggu film-filmnya!). 

Plus, kehadiran Ricky Wijaya yang mulai mencatatkan namanya sebagai executive produser sejak Ben & Jody (2022). Jangan ketinggalan pula, film Satria Dewa: Gatotkaca (2022) dan Keluarga Cemara 2 (2022) yang juga masuk wishlist wajib nonton filmmedan di tahun ini.

Rumah produksi Imajinari menjadikan NNS sebagai film hasil produksinya yang ke dua setelah Teka Teki Tika (2021), bersanding dengan Kathanika Entertainment yang juga menjadikan film ini sebagai produksi kedua setelah Tali Mati (2021).

NNS sendiri awalnya sebenarnya adalah buku novel komedi pertama karya Bene Dionysius Rajagukguk yang diterbitkan tahun 2014 oleh Bukune. Novel ini adalah pengalaman pribadi Bene yang merantau jauh ke Jogja untuk menyelesaikan kuliah di UGM. Novel ini lebih banyak mengisahkan tentang Bene dan hubungannya dengan mamaknya. (Teringat tadi pas filmmedan berkesempatan diundang nonton, Bene sepertinya berencana mengundang mamaknya secara khusus datang dari Tebing Tinggi untuk nonton. Sayang mamak memang si Bene ini!) 

Lain ceritanya di dalam film, tokoh protagonis utamanya adalah Pak Domu (Arswendy Bening Swara Nasution). sosok suami dari Marlina/ Mak Domu (Tika Panggabean), yang tinggal di kampung Toba bersama anak perempuannya Sarma (Gita Bhebhita). Sementara tiga anak laki-lakinya: Domu (Boris Bokir) si sulung, Gabe (Lolox) anak ketiganya, dan Sahat (Indra Jegel), anak bungsunya. Penggambaran kehidupan pasangan Pak Domu dan istrinya di kampung, benar-benar tergambarkan apa adanya seperti halnya orangtua Batak yang punya anak-anak merantau lainnya. Goal dari Pak Domu di film ini adalah mendatangkan ketiga anak laki-lakinya untuk upacara adat sulang-sulang pahoppu Ompung Boru (Rita Matu Mona) yang mewajibkan semua cucunya hadir. 

Skenario filmnya yang sangat apik, lebih rapi dan matang dibandingkan karya Bene yang lain semisal Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 (2016), Part 2 (2017), Rafathar (2017), Suzzana: Buried Alive (2018), serta Ghost Writer (2019).  

Alur cerita NNS ini lebih rapi, padat dan solid serta bisa diterima secara logis sejak dari awal hingga akhir film. Konflik antar karakter dibangun kuat, dan titik klimaks film ini berhasil dihantarkan perlahan namun pasti, tidak terkesan janggal atau dipaksakan. Budaya dan adat Batak benar-benar menjadi "ruh" yang utama di sini, tidak seperti film-film Batak lain yang hadir sebelumnya, yang masih terasa hanya sebagai "tempelan" nilai jualan belaka. Ini alasan utama filmmedan merekomendasikan film. Karena toh, semua budaya dan adat tadi bisa tetap dipahami bahkan oleh penonton non-Batak sekalipun.



Dialog-dialog dalam film ini benar-benar rapi dan penting untuk disimak, bukan hanya didengar karena semuanya berhasil menarik perhatian penonton, alih-alih hanya jualan visual atau joke receh seperti film-film lain yang dibuat oleh standup comedian Indonesia. Semua kalimat bisa dianggap sebagai poda (nasehat) kepada penontonnya tanpa terasa menggurui. Mengalir begitu saja, dan melekat di kepala bahkan setelah selesai menontonnya.

Kalau pun ada bagian "All is lost" (mengutip format 15 story beats Blake Snyder) di film ini, maka bagian ini adalah bagian yang paling pecahnya. Sungguh, menitikkan air mata adalah sebuah kewajiban bagi anak Batak asli yang bisa relate dengan kehidupan keluarga di film ini. Bagian yang bikin air mata mengalir ini juga lah yang viral digadang-gadangkan oleh semua reviewer film ini, termasuk filmmedan sendiri.

Bagian yang paling tidak menarik bagi kami hanyalah adegan diskusi Pak Domu dan Mak Domu di atas ranjang kamar mereka, merencanakan sesuatu agar anak-anaknya mau pulang ke kampung, yang bagi kami terlalu lama dan mulai terasa membosankan sedikit karena memiliki dialog yang cukup panjang, dengan varian shot yang tidak bervarian, monoton begitu saja untuk beberapa menit.


Bene juga tampil sebagai sutradara di film yang ditulisnya ini, menerjemahkannya menjadi sebuah sebuah penceritaan audio visual yang lumayan apik. Kalau ditilik, bekal Bene untuk menjadi sutradara berasal dari film-film sebelumnya seperti Ghost Writer (2019), selain series Cek Toko Sebelah (2019), dan series Susah Sinyal (2021). 

Awalnya filmmedan membayangkan sepertinya NNS bakalan lebih mirip series di tangan Bene. Tetapi menit demi menit menonton NNS, feel bahwa ini adalah "film" benar terasa nyaman diikuti. Bene seolah paham benar bagaimana memvisualisasikan kisah Bapak Domu dan keluarganya ini secara visual. Filmnya menjadi terkesan tenang, tidak terburu-buru, mengalir dan tidak terlalu meloncat-loncat dari satu bagian ke bagian yang lainnya (walaupun flashback tetap saja dijadikan sebagai bagian dari model alur ceritanya. Ada apa sih sebenarnya dengan pola flashback di film-film drama keluarga Indonesia??).

Tergelitik untuk mencari tahu siapa pendamping Bene sebagai Assistant Directornya. Nama Cathy Catherine muncul di credit title. Setelah sebelumnya pernah menjabat tugas serupa di Cek Toko Sebelah (2016), Gila Lu Ndro (2018), dan Teka Teki Tika (2021), sepertinya di film ini, Cathy Catherine juga mampu mendampingi Bene dengan baik. Plus, Cathy juga pernah menulis skenario untuk film pendek Matchalatte (2018). Paling tidak, filmmedan tidak menemukan ada "tangan malaikat" lain di bagian penyutradaraan NNS ini. Bene harus diakui sebagai seorang sutradara yang (mudah-mudahan tetap akan) berkelas untuk jenis film drama komedi.

Di bagian cinematography, bang Padri Ucok Nadeak pegang kendali untuk memegang proses perekaman adegan demi adegan yang lumayan cantik untuk dinikmati. Tentu jangan pernah lupa shot panjang di scene UKS di film Dua Garis Biru (2019) hasil karya bang Ucok yang sempat heboh dibicarakan dan dijadikan referensi shot mantap di saat itu.

Nah, di NNS ini, bang Ucok kembali mempertunjukkan hal yang sama di adegan pemuncak yang menguras air mata penontonnya! Sebuah long take shot yang bergerak dari dapur sampai ke luar rumah plus "sulap" bayangan di cermin ruang tamu yang tidak menampilkan "bocor" kamera di bayangan cerminnya. Sebuah teknik sinematografi yang bikin filmmedan kagum! 


Kalau filmmedan emang sudah gak asing dengan hasil karya bang Ucok sejak Moammar Emka's Jakarta Undercover (2017), Sweet 20 (2017), Partikelir (2018), Orang Kaya Baru (2019) serta Hit & Run (2019). Konsep sinematografi NNS memang sih tidak lebih spektakuler dari film-film yang membutuhkan kreatifitas pengambilan gambarnya. Tapi, pengambilan gambar di beberapa adegan nampak cantik, walau di beberapa adegan malam, konsep pencahayaannya sedikit terlihat lebih gelap. 

Masih lebih terasa cantik Dua Garis Biru lah sedikit! Lagipula, kalau mengeksplor keindahan Danau Toba, memangnya mau pakai cara apa lagi? Itu adegan Lapo memang mau diapain lagi cinematografinya? Di mana-mana lapo tuak ya.. gelap! Jadi bisa lah dimaklumi.. masuk akal juga kok! Kalau untuk karya bang Ucok berikutnya yang masuk wishlist filmmedan adalah Balada si Roy (2022) yang saat ini kabarnya sudah masuk tahap post-production!

Tidak banyak yang perlu diceritakan di bagian sound film NNS. Syaifullah Praditya yang juga sebelumnya menggarap sound designer untuk Horas Amang: Tiga Bulan untuk Selamanya (2019) sepertinya sudah pernah berpengelaman bekerja untuk "film Batak" lainnya sebelum NNS. Paling tidak karyanya sebelumnya juga pernah filmmedan dengar di Iblis dalam Kandungan (2022). 

Khusus untuk sound designer ini tadinya filmmedan ingin menikmati suara-suara yang lebih realistis dari suasana di sekitar Danau Toba, atau suasana onan di Balige.  Sayang, suara-suara ambience yang membuat lebih nyata di scene-scene ini tidak tersajikan sesuai ekspektasi kami.


Bang Andhy Pulung Waluyo dengan Super 8mm studio-Jakarta miliknya sudah tidak asing lagi bagi kami. Di NNS ini, nama beliau muncul sebagai colorist, yang meyakinkan kami bahwa memang warna di NNS ini  tak kalah ciamiknya dibandingkan dengan Toba Dreams (2015) yang juga melibatkan bang Pulung sebagai penata gambarnya. Di NNS, hasil sentuhan warna di adegan jemput Mak Domu benar-benar cantik, tanpa menimbulkan kesan adegan flashback yang gitu-gitu aja selalu warnanya. Tapi lagi-lagi kami harus jujur bahwa karya bang Pulung yang masih terasa lebih memorable bagi kami sebagai colorist adalah Aach.. Aku Jatuh Cinta (2015) dibandingkan NNS ini. Entah kenapa!

Sosok Arswendy Bening Suara yang memerankan Pak Domu patut kami acungi jempol.  Karakter Amang Batak bermarga Purba yang tinggal di kampung, hormat dengan adat dan menjaga nama baik keluarga di mata orang lain, termasuk Amang Pandita Anggiat (Paulus Simangunsong) bisa diperankan dengan baik oleh beliau. 

Logat Batak yang selalu kami ributin tidak menjadi masalah saat dibawakan beliau. Itulah mengapa kami terkejut saat marga Nasution muncul di poster film NNS mengikuti nama Arswendy Bening Suara. Sayang memang, tidak ada kalimat bahasa Batak lengkap yang diucapkannya, bahkan di depan mamaknya sendiri pun! 

Filmmedan tadinya mengenal sosok Arswendy sebagai salah seorang "aktor favorit" Joko Anwar setelah sebelumnya muncul di semua film terkenal Joko Anwar semisal Pengabdi Setan (2017) sebagai Ustadz, Gundala (2019) sebagai Ferry Dani, dan Perempuan Tanah Jahanam (2019) sebagai Professor di atas bus. Setelah menonton film NNS, baru lah Filmmedan nyadar bahwa Arswendy juga sebenarnya mencantumkan marganya dia film-film sebelumnya semisal Night Bus (2017), A Man Called Ahok (2018), dan Habibie & Ainun 3 (2019). Kami benar-benar nggak nyadar loh! Sungguh!


Pemeran lain yang mencolok bagi filmmedan adalah Gita Bhebita Butar-Butar yang sukses memerankan Sarma. Kami tak mengira bahwa Gita mampu mengekspresikan karakter Sarma seperti dalam film ini. Gita yang biasanya selalu ceria di depan layar, dalam film ini juga sama seperti pemeran lainnya, sepertinya mampu menampilkan sosok yang berbeda, justru lebih nyata seperti gadis Batak pada umumnya. Kekuatan para pemeran yang asli Batak dalam memerankan karakter Batak di film ini memang benar-benar menjadi magnet yang mampu menyita perhatian penonton di sepanjang film. Sarma salah satunya. Kehadiran Sarma sangat penting dalam membangun emosi di beberapa bagian film. Apresiasi khusus untuk penampilan Gita di NNS ini! 

Ada juga Boris Bokir yang memerankan Domu, anak Sulung keluarga Purba ini. Karena Filmmedan tahu sebelumnya bahwa Boris lama tinggal di Bandung, maka kedekatan Domu yang mau menikah dengan Neny (Indah Permatasari) yang orang Sunda, serasa familiar bagi kami. Ini sudah jauh lebih mantap dibandingkan dulu ia pertama sekali tampil di film sebagai Togar di Toba Dreams (2015) biarpun yang nempel di kepala kami adalah sosok Nelson Manullang di film Guru Guru Gokil (2020). Bukan kali ini saja Boris terekam di kepala kami memerankan sosok serius. karakter Poltak di Rudy Habibie (2016) juga masih melekat kok di ingatan kami. Cocok lah! Apalagi pas adegan nangis! Amang tahe.. watak kali lah memang!

Ekspektasi kami bahwa Lolox bisa selucu Ijul di Gara-Gara Warisan (2022) pupus sudah di film NNS ini. Sosok Gabe justru diperankan Lolox dengan penghayatan yang baik. Filmmedan disuguhi sisi lain karakter seorang pelawak yang tidak disetujui bapaknya untuk melawak. 

Kami berhasil menggeser stigma lucu dari sosok seorang Lolox yang selalu ditampilkan harus lucu seperti di Bodyguard Ugal-Ugalan (2018), Security Ugal-Ugalan (2017) dan Komedi Gokil 2 (2016). Di sini justru kita bisa melihat Lolox malah sukses bikin nangis, alih-alih bikin ketawa.

Berikutnya, Indra Jegel yang memerankan Sahat di NNS. Kalau kami sempat ingat Indra Jegel di My Stupid Boss 2 (2019) sebagai Faisal, kami malah terbawa perasaan melihat sosok Sahat sebagai siampudan di film ini. Indra Jegel tampil meyakinkan dengan memerankan sosok anak paling kecil yang berusaha menyesuaikan diri di tengah dua abangnya yang tidak pernah akur.


 

Akhirnya kami harus mengakui bahwa film Ngeri-Ngeri Sedap ini adalah sebuah film Batak yang sudah lama ditunggu-tunggu. Kami benar-benar merasakan bahwa ini lah film Batak yang kami idam-idamkan sejak dahulu. 

Budaya dan setting Batak tidak menjadi hanya sebuah tempelan, melainkan nyata menjadi dasar cerita berpijak serta mampu tersampaikan sebagai suatu hal yang logis bagi kami para penonton asli Sumatera Utara. 

Bahkan dialog-dialog dalam film ini juga benar-benar kami akui bagus! Hampir semua pesan moral melalui nasehat para pemeran dalam film ini terekam di benak kami walaupun filmnya selesai ditonton! Terngiang betapa kami trenyuh mengingat kata-kata Domu, Dame, dan Sahat yang menyatakan ingin "pulang" ke tempat yang justru bukan rumah mereka yang sebenarnya, yang jauh dari orangtua. Nyelekit memang!

Lantunan musik karya Vicky Sianipar juga mampu membungkus rapi nuansa menonton film ini agar tidak seperti sedang menonton film VCD Batak, tetapi mampu meyakinkan bahwa yang barusan kami tonton adalah film layar lebar yang tampil di bioskop sebagai film nasional.

INI ADALAH FILM INDONESIA TERBAIK YANG PERNAH FILMMEDAN TONTON SEJAUH 2022 HINGGA HARI INI!

Jangan ragu untuk melangkahkan kaki ke bioskop-bioskop terdekat kamu untuk menyaksikan Ngeri-Ngeri Sedap mulai tanggal 2 Juni 2022. Horas! Selamat menikmati! (MG)

Post a Comment

Previous Post Next Post